Kamis, 13 September 2012

Jangan lupa belikan Iji Gesbi

Nampaknya penting sekali panggilan kali ini. ada beberapa kali misscall. Hmmm.... Panggilan dari nomor Hirzi rupanya. Cepat-cepat Abah telpon balik, belum sempat Abah ucap salam, Hirzi udah duluan membuka pembicaraan;

"Kok Abah nggak angkat telpon Iji tadi?"
"Abah lagi di belakang tadi, apa kabar Ji?"
"Tanggal berapa Abah berangkat?"
"Insya Allah tanggal 12 Ji, kenapa?"
"Jam berapa Abah sampai di Padang nanti tuh?"
"Abah nggak ke Padang Ji. Abah ke Bandung dulu sampai tanggal 14, nanti tanggal 15 pagi Abah berangkat dari Jakarta ke Bandung naik travel, setelah itu baru naik pesawat ke Padang"
"Ooo... Jam berapa smapainya?"

Hmmm..... Kebiasaan Hirzi, kalau sudah ada janji, selalu bertanya detil dan tematis. Bukan hanya tanggal, Hirzi selalu tanya jam berapa. Kebanyakan intinya adalah kepastian, kalau ada pembicaraan yang mengawang dan tidak tahu kapan dan dimana, maka jangan harap Hirzi berhenti bertanya dan diam.

"Tanggal Lima Belas jam dua siang sampai di Padang. Dari Padang Abah naik travel lagi ke Lubuk Sikaping selama empat jam. Berarti jam enam sore Abah sampai di Lubuk, kenapa Ji"
"Ooo... Iji pikir sekarang Abah sampai di Lubuk Sikaping", jangan lupa pesan Iji ya Bah"
"Apa tu?"
"Yeee... Abah niii.... Kan Iji bilang kemarin nanti Abah sebelum berangkat ke Padang di Banda Aceh Abah belikan minyak rambut Gesbi ya"
"Gesbi? Kenapa Gesbi?"
"Iji kepingin rambut yang gini tu Bah"
"Gini bagaimana?"
"Gini Bah, yang berdiri ke atas tu"

Rupanya Hirzi sering bilang sama Ummi bahwa Hirzi mau buat rambut "gini", sambil menempelkan kedua telapak tangannya di atas kepala dan menariknya ke atas seolah-olah sedang meluruskan rambutnya menggunakan tangan itu sehingga rambutnya berdiri seperti gaya rambut punky.

Sedangkan merk Gesbi (Gatsby) entah dari mana dia dengar, mungkin dari iklan-iklan di tivi. Tapi Abah udah ngakak duluan membayangkan Hirzi yang selama ini tidak pernah mau memanjangkan rambut, tiba-tiba jadi punky. Biasanya Hirzi selalu dipangkas dengan mesin cukur dengan rata ukuran panjang dua senti.

"Ya lah.. Ya lah....", kata Abah menirukan gaya Mail dalam serial kartun Upin & Ipin.

Di Banda Aceh dan Bandung bukan Abah nggak sempat beli, tapi lebih baik nanti belinya sama Hirzi aja sekalian, pasti di Padang banyak yang jual karena anak ABG di kampung pun sekarang banyak yang menggunakan rambut punky, itu berarti minyak rambut ini pasti sudah sampai di toko-toko kecil di seluruh pelosok negeri ini.

Tanggal 15 jam 2 siang sudah mendarat di Minangkabau Airport, menunggu travel hingga dua jam. Akhirnya berangkat jam empat sore dari bandara menuju Lubuk Sikaping. Karena selama di perjalanan hujan lebat, sampai ke Lubuk Sikaping hampir pukul sembilan malam. Disambut Ummi dan Hirzi.

Seperti janji sebelumnya, sehari setelah di Lubuk Sikaping, Abah, Ummi dan Hirzi menunaikan janji untuk Hirzi. Beli Gesbi. Sebenarnya Abah dan Ummi nggak begitu minat dengan mode gaya rambut punky, tapi karena Hirzi tiap hari merengek, maka Abah dan Ummi coba ikuti Hirzi, akhirnya dibelilah gesbi yang kecil seukuran tutup tangki honda matic. Bukang main senangnya Hirzi. Sepanjang jalan menuju pulang Hirzi bercerita bagaimana nanti kerennya dia setelah pakai Gesbi itu, dan Hirzi juga nggak lupa berbasa-basi menawarkan Gesbinya untuk Abah. "Abah juga bisa pakai ini ma Bah", kata Hirzi dengan logat Padangnya.

Sampai di rumah, Hirzi langsung menuju kamar dan menghadap cermin. Agak lama rasanya Hirzi di dalam kamar. Abah dan Ummi menunggu di luar kamar. Entah bagaimana caranya Hirzi memoles minyak rambut itu ke kepalanya, yang jelas katanya Hirzi bisa lakukan sendiri. Ada sekitar 10 menit dia bergaya di depan cermin dan keluar dengan gaya yang memang terlihat berbeda.

"Keren kan Bah, Mi?".
"Hmmm...... Iya, mantap kali Iji, kayak bintang pilem", kata Abah
Wajah Ijipun memerah bangga sambil dia menggesek sedikit bagian samping rambut yang sudah tegak berdiri kayak ilalang itu. begitu tersentuh ujung rambutnya, ataupun ada angin yang lewat di pucuk ilalang itu, Hirzi langsung lari ke cermin untuk memastikan rambutnya tetap tegak berdiri. "Bah, nggak apa-apa kalau dipegang Bah, nggak rebah dia, hebat nak bah nak", Abah biasanya menjawab... "Naaaak", dengan logat bicara Padang seperti Hirzi.



Ulang Tahun 2in1

Iji sudah merasakan sekolah Taman Kanak-kanak di 4 (empat) sekolah; Amalia Syukra, Dian Andalas, TK Lubuk Sikaping dan yang terakhir TKIT Permata di Jalan Andalas Padang. Dari empat TK tersebut, hanya satu TKIT Permata yang merayakan ulang tahun murid-muridnya bersama murid-murid di sekolah. Sejak masuk sekolah, murid TK sudah dikutip uang untuk menabung, sehingga semua murid sekolah belajar dan memiliki buku tabungan sekolah.

Salah satu fungsi dana tabungan tersebut adalah digunakan untuk keperluan ulang tahun murid-muridnya, sehingga sekolah TK ini sering melakukan kegiatan ulang tahun sesuai tanggal lahir dari murid-muridnya. Anak-anak merasa gembira dengan kegiatan ini, namanya juga anak-anak, bermain adalah kegiatan utama yang sangat menyenangkan dan akan banyak cerita lucu dan menarik yang mereka bawa pulang untuk orang tuanya.

Iji mendapat kesempatan ulang tahun pada tanggal 22 Oktober, dan juga dirayakan di sekolah bersama guru-guru dan murid-murid sekelasnya. Banyak kegiatan yang mereka lakukan, diantaranya lomba menggambar, menari, membaca do'a dan lomba-lomba lain dan tentu saja acara puncaknya adalah tiup lilin dan potong kue yang membuat anak-anak riang gembira.

Abah masih ingat dan masih menyimpan photo ultah Iji. Menggunakan pakaian adat Padang, berbaju adat warna merah dengan topi seperti Hang Tuah dan juga menggunakan Jas Hitam sehingga Iji terlihat seperti orang dewasa.. :-)

Selain ultah di sekolah, di luar itu Abah dan Ummi tidak pernah merayakan ultah Iji di rumah ataupun mengundang teman-teman Iji ke suatu tempat sebagaimana teman-temannya lakukan. Setelah keluar dari sekolah TK itu, Iji sering menghadiri ultah temannya yang dilakukan di tempat-tempat yang wah, fastfood dan sejenisnya. Terlihat glamour dan membuat Abah dan Ummi was-was karena khawatir kalau Iji menganggap bahwa begitulah seharusnya ultah. Tapi, Alhamdulillah, Iji sangat pengertian dengan keadaan dan kondisi Abah dan Ummi, sehingga Iji tidak pernah menuntut ultah yang berlebihan, hanya mengundang tetangga dekat rumah saja makan di rumah.

Pernah suatu ketika menjelang hari ultah Iji bilang, "Bah, Mi, boleh Iji undang teman di ulang tahun Iji nanti, tapi Iji nggak minta di tempat-tempat kayak teman Iji itu, nanti Ummi dan Abah nggak ada duit".
Ummi dan Abah mengangguk setuju sambil berfikir acara seperti apa yang Iji bayangkan. Iji biasanya kalau ingin sesuatu, dia hanya melontarkan ide pembukaan, mengenai isi acara dia selalu nggak bilang duluan, menunggu apa yang akan disarankan Ummi dan Abah, karena Iji sangat menjaga perasaannya terhadap Abah dan Ummi.

Belum sempat Ummi dan Abah jawab, Iji menyambung lagi seolah-olah dia tau apa yang akan Abah dan Ummi katakan, "Ultahnya nggak usah besar-besar Bah, nggak usah beli baju baru, nggak usah ke K*C, nggak usah ke Pi**a H*t, bajunya nanti Iji pake baju seragam menari Iji tu aja, biar kita nggak beli lagi Mi". Begitu kata Iji sambil melirik Abah dan Ummi bergantian untuk menunggu jawaban.

Abah dan Ummi terharu sekali. Bukannya tak mau tapi tidak tega membiasakan Iji melakukan selebrasi yang berlebihan. Dan akhirnya Ummi bilang, "Oke Ji, nanti ultah Iji kita rayakan dengan mengundang teman-teman Iji ke rumah, okeee.....". Iji senang sekali mendengar persetujuan Ummi dan Abah, dan kamipun mendapat ciuman dari Iji secara bergantian sambil mengucapkan terimakasih Abah, terimakasih Ummi. Dan memang pada tanggal 22 Oktober itu, Iji merayakan ultahnya di rumah dengan mengundang tetangga sebelah.

Hanya sekali itulah Abah dan Ummi merayakan ultah Iji dengan mengundang teman-temannya. Selain itu, kami hanya merayakannya secara kecil-kecilan bertiga saja, Abah, Ummi dan Iji dan membelikan Iji satu atau dua macam mainan untuk dibawa pulang.

Kelak ketika Iji bertambah usia, tepanya di usia 7 Tahun pada tahun 2012 saat Iji memasuki bulan pertama di kelas 2 SD, Iji pernah bertanya ke Abah dan Ummi. "Mi, Iji dulu ada ulang tahun kan Mi, terus tu Iji nggak pernah lagi ulang tahun sampai sekarang, tapi kok usia Iji bertambah terus Mi?. Hehe.... Abah dan Ummi ketawa terpingkal-pingkal membuat Iji kesal....

Pertanyaan Iji ini dilontarkan pada saat Abah, Ummi dan Iji diskusi tentang ultah Iji dan Banat yang kebetulan lahir pada tanggal 24 Oktober 2011, saat usia Banat 10 bulan. Karena tanggalnya berdekatan, maka Abah, Ummi dan Iji sepakat untuk merayakannya serentak di tengah-tengah tanggal keduanya, tanggal 23 Oktober 2012. Ultah pertama 2in1. Insya Allah ya Ji, Nat...... :-)

Banda Aceh, 13 September 2012
Abah



Minggu, 12 Agustus 2012

Dua Puluh Sembilan Setengah Hari

hari pertama puasa hirzi sangat senang karena seru dan hirzi membayangkan makanan saja dari pukul 06;00 sampai pukul 15;30 hari yang kedua hirzi bukan membayangkan makan tapi membayangkan adek hirzi yang sedang tidur, dan hari ketiga hirzi puasanya batal pukul 15;00 karena hirzi capek sekali kemaren hirzi  ke rocky dan hirzi ketemu dengan kawan sekolah yang bernama tiyo.

hari keempat dan seterusnya hirzi penuh puasa, puasa hirzi dari yang ke1 sampai 30 hirzi penuh

(ABAH SAMBUNG TULISAN IJI INI YA.. HEHE)

Iji mau belajar nulis dengna bercerita tentang perjalanan puasanya. Baru di hari ke 27, Iji udah bilang puasa penuh... Hehe.... Padahal masih ada beberapa hari lagi. Tapi melihat semangat Iji puasa, Insya Allah bisa sampai habis Ramadhan.

Hari ketiga Iji lepaskan puasanya karena banyak main di luar dan hari itu cuaca panas sekali. Sebenarnya sejak masuk waktu Zuhur, Iji udah merengek minta buka, tapi Abah dan Ummi coba menasehati agar tetap puasa. Abah dan Ummi juga udah sepakat, kalau toh Iji memaksa terus buka juga nggak apa-apa, kan lagi belajar puasa, apalagi ini baru di hari ketiga, terlalu cepat KO... Hehe...

hari ketiga puasa, Abah, Iji dan Ummi main ke Rocky belanja kebutuhan untuk beberapa hari ke depan. Yang namanya supermarket kan nyaman dan dingin, apalagi di hari-hari puasa yang terik pada hari itu, rasanya enggan keluar dari supermarket itu. Begitu keluar, langsung terasa seperti disambar hawa panas, membuat badan terasa lemas dan kerongkongan tak dapat lagi mengais sisa-sisa air untuk melicinkan tenggorokan. Orang dewasa pun merasakan hal yang sama, apalagi anak se-usia Iji.

Dalam perjalanan pulang dari supermarket, wajah Iji kelihatan beda, kedua tepi bibirnya melorot ke bawah :-( tak seperti biasa saat kami pulang dari mana saja, dalam perjalanan selalu ada diskusi dan gelak tawa. Kali ini Iji tak merespon apapun yang Abah dan Ummi bicarakan, sekalipun hal yang dia senangi. tak mempan semua cerita lucu. Kalau Iji udah bersikap begini, yaa... Abah dan Ummi mulai lirik-lirikan, mengata-ngatai Iji melalui isyarat sambil senyum khawatir kalau-kalau Iji ngambek dan nggak mau ngomong sampai di rumah, kalau ini terjadi, pasti suasana puasa semakin terasa panas dan tak menggairahkan.

Iji mulai menyilangkan kedua tangannya di atas cup lampu kendaraan roda dua, menyandarkan kepalanya di kedua lengan mungilnya itu, teringat syair Iwan Fals, "tertidur berbantal sebelah lengan, berselimut debu jalanan...". Alhasil, selama perjalanan pulang yang memakan waktu kira-kira 20 menit karena di kawasan Bandar Buat macet, kami semuanya melakukan aksi diam tanpa bicara, tak terdengar lagi deru kendaraan-kendaraan kecil dan besar berukuran raksasa hilir mudik yang biasanya memekakkan telinga. Fikiran Abah, Ummi dan Iji kayaknya terfokus pada situasi buntu sehingga menutup semua telinga kami dari pendengaran sebising apapun di tengah hiruk-pikuknya jalan raya yang kacau ini.

Abah berusaha untuk mengukur-ukur laju kendaraan agar tak goyang, paling tidak Iji dan Ummi bisa merasa nyaman dan tidak terganggu dengan irama laju kendaraan yang Abah kendalikan. Sepiiiiii sekali terasa. Tak tahu apa yang ada dalam fikiran Ummi dan Iji saat itu, yang jelas, penyebabnya adalah tak adanya kata sepakat untuk Iji 'merusak' puasanya hari ini.

Dengan wajah yang ketiganya kusam, Iji, Ummi dan Abah sampai di rumah dan masuk tanpa ada kata-kata. Abah dan Ummi masih terus berkomunikasi dengan lirikan mata atau gerakan kepala. Iji langsung merebahkan badannya di atas tikar depan tivi setelah menghidupkan kipas angin. Sesekali diliriknya Ummi dan Abah untuk memastikan bagaimana air muka kami, karena sama ronanya, Iji kembali membenamkan kepalanya ke bantal sambil menyeringai seperti orang mau nangis. Abah dan Ummi semakin khawatir melihat keseriusan wajah Iji yang semakin terlihat terobsesi untuk buka puasa.

Abah mendekati Iji dan memeluknya sambil bercerita untuk membuka ruang diskusi baru dan mencari jalan keluar. Tapi Iji memang kadang susah ditebak, pada saat patuh, dia taat sekali, tapi jika badan tak tahan menampung, biasanya Iji selalu melontarkan idenya dengan bahasa yang lain namun tetap dengan inti yang sama, buka puasa.

Abah sarankan agar Iji istirahat tidur dan akan terbangun kira-kira jam 17.00, satu jam sebelum waktu buka puasa. tapi ini tidak menyelesaikan masalah karena rasa haus dan gerah Iji membuat dia tidak mampu mengundang kantuk, apalagi tidur. Ini sudah jam dua siang, memang menyengat.

Abah dan Ummi rapat kecil dalam kamar untuk memutuskan sikap selanjutnya. Kami sepakat, kalau Iji memang mau buka, ya, silahkan aja, tapi Abah dan Ummi diam dulu menunggu bagaimana Iji melakukan komunikasinya. Abah dan Ummi istirahat di kamar, Iji tetap di depan tivi dengan posisi sudah pindah ke bagian lantai yang tak bertikar, dia tempelkan perutnya ke lantai keramik untuk memasukkan hawa dingin ke dalam tubuhnya, mungkin berharap agar dapat meringankan beban yang membuatnya haus dan gerah.

Jam tiga sore, Iji mengetuk pintu kamar dan berdiri dengan wajah yang sedikit berganti rona memanggil Ummi, "Mi, Iji udah buka barusan ya, nggak tahan lagi Iji...", katanya dengan mata agak sedikit di buang ke sudut lain untuk menunggu reaksi Ummi dan Abah. kami senyum dengan memutar bola mata dan dengan perasaan lega. Lega karena sebentar lagi pasti ada garis pinggir bibir Iji akan bergerak ke atas.

"O, ya.... Kalau gitu, jangan minum aja, Iji makan sekalian biar bisa istirahat tidur", jawab Ummi. Karena kalau sudah buka dan tidak makan, kasian juga Iji lapar tapi tetap tidak puasa. Tapi Iji menolak untuk makan, karena dia tetap ingin melanjutkan puasa, dia cuma haus katanya.... Tapi Ummi dan Abah tetap menyarankan Iji untuk makan biar ada tenaga lagi dan bisa istirahat. Akhirnya Iji makan nasi siang menjelang sore itu.

Iji sendiri tidak menyangka respon Ummi dan Abah begitu datar dan tidak marah seperti yang dia bayangkan, mungkin. Bahkan Ummi bilang, "ndak apa-apa Iji buka kan masih belajar puasa, Insya Allah besok puasa lagi ya sayang', kata Ummi dan diangguk Iji dengan rasa senang dan gembira. Setelah itu, mulailah Iji berkicau lagi, segar dan tidak loyo....

Abah dan Ummi tidak merespon sikap Iji dengan berlebihan karena Iji telah menunjukkan satu sikap jujurnya. cara dia menyampaikan membuat Abah dan Ummi terharu. Ini lebih baik dari pada Iji buka tapi tetap mengaku puasa. Abah dan Ummi sudah katakan ke Iji, bahwa puasa itu hanya Iji dan Allah yang tau, Ummi dan Abah sama sekali tidak tahu. Alhamdulillah, Iji sangat mengerti ini...

Hari-hari selanjutnya Iji menjalankan puasanya penuh, Iji tidak mau lagi bermain di luar selama puasa kecuali sebentar saja dan bukan bermain lari-lari. Kalau sudah terasa hampir lelah Iji pulang dan langsung tidur di bawah terpaan kipas angin di depan tivi. Ini Iji lakukan setiap hari hingga akhir Ramadhan. Jika orang bertanya bagaimana puasanya, Iji dengan mantap menjawab 29,5 hari (dua puluh sembilan setengah hari), karena Iji tetap ingin puasanya yang setengah hari itu dihitung... :-))

Bahkan di hari-hari terakhir Ramadhan, terlihat sekali badan Iji kurus kerempeng dan memanjang, Ummi dan Abah khawatir, karena saat buka puasa Iji tidak banyak makan nasi, hanya minum dan kue-kue saja. Tercetus niat kami untuk menyuruh Iji buka puasa, tak disangka ternyata Iji menolaknya dan sudah bertekad menjalankan puasa hingga tuntas di akhri Ramadhan.

Usut punya usust, ternyata Iji punya motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan puasanya karena ditantang oleh ustadz dan ustadzahnya di sekolah. Bagi yang berpuasa penuh akan mendapatkan hadiah dari sekolah. Selain itu, teman-teman Iji satu sekolah juga sering berkomunikasi untuk mengkonfirmasi apakah mereka puasa atau tidak. Kalau tidak puasa tentu saja apresiasinya negatif. bagi yang berpuasa, di lingkungan sekolah Iji itu termasuk golongan siswa-siswi yang keren... Hahahaha......

Terakhir Iji juga bilang bahwa dia ingin sekali puasa Senin Kamis seperti beberapa teman sekelasnya. Iji sendiri belum Abah dan Ummi izinkan puasa Senin Kamis karena beberapa pertimbangan. Tapi untuk ke depan, melihat puasa Ramadhan 1433 ini, dan karena Iji sudah meminta beberapa kali, Abah dan Ummi akan mempertimbangkan kembali untuk diizinkan puasa Senin Kamis.

Banda Aceh, 7 September 2012
Abah