Jumat, 14 November 2014

Astaghfirullah... Owhh... My God...

Karena tak sanggup lagi menghirup aroma busuk yang diterpa angin menyelinap paksa ke semua sudut ruang rumah kami, akhirnya dengan berat hati dan malas-malasan kami angkat bungkusan dalam plastik hitam yang sudah berlapis tiga, bagian terluarnya sudah dibalut dengan karung goni.

“Beratnya kira-kira 70kg”, kata Ummi Hirzi menaksir

Maka aku tak mau mengangkatnya sendiri, harus berdua agar bisa dinaikkan di kabin belakang Kijang Jantan kebanggaan kami yang setia selama 8 tahun menemani.

Selama perjalanan, bau busuk itu terus menusuk dan mengoles-oles indera bau kami. Serasa mau muntah saat itu juga. Sekalipun kaca mobil sudah dibuka, tetap saja aromanya singgah ke liang hidung.
Ternyata bukan aku saja yang merasakan, Ummi Hirzi sama, dia menutup hidungnya dengan ujung jilbab yang terjuntai sambil tangan yang sebelahnya bergerak mengipas-ngipas berusaha agar aroma busuk itu tak sampai ke gerbang lubang hidungnya.

Begitu terus sepanjang jalan sampai kami menemukan lokasi tempat diparkirnya kontainer sampah di Jalan PU Pengairan yang tembus ke Jalan Teungku Imum, Lueng Bata.

Sudah ada pemulung yang memilah-milah jenis sampah di sana. Tentu saja untuk mencari jenis sampah yang masih memiliki nilai jual seperti plastik bekas kemasan air mineral, kertas bekas, dan lain-lain.

Walau tak terlalu lama, tapi aku dapat merekam detil kendaraan yang mereka gunakan untuk mengangkut 'sampah bernilai'  yang mereka kumpulkan Becak yang dimodifikasi alakadarnya. Di sudut kiri kanan bagian belakang diikatkan masing-masing satu tiang dan bagian atasnya dihubungkan dengan kayu. Di depan satu tiang dan bagian atasnya dibuat palang melintang yang setiap ujungnya sejajar dengan pojok atas tiang belakang. Formasi ini dibuat tentu saja untuk memudahkan pemiliknya menghamparkan sesuatu sebagai fungsi atap.

Di bawah atap itu ada satu baris kursi yang dibalut kain rombengan dan warnanya menunjukkan betapa uzurnya usia kain tersebut. Lecek luar biasa. Dindingnya juga diselimuti kain dari berbagai jenis yang sudah kumal dan berbentuk rumbai-rumbai, ditambah sampah berbagai jenis bergelantungan di sekelilingnya sebagai aksesoris yang 'menggoda'.

Dalam balutan aksesoris itu walau gelap, terlihat kelebat sosok di dalam. Aku menduga disitu isteri pemulung ini berlindung dari sengatan sinar matahari dan hujaman runcingnya air hujan yang menghunus.
Kami terpana saling pandang. Seolah aku baru kali ini menabrak kornea mata isteriku dengan air muka yang sangat berbeda. Aku merasakan perasaan isteriku sama denganku.

Sebelum kami buka pintu mobil untuk mengangkut dan melempar sampah ke tanker itu kami sudah punya keputusan. Hanya beberapa saat berlalu, kami pulang kembali ke rumah. Bau busuk sampah masih tersisa dalam ruang kabin Kijang Jantanku.

Menjelang maghrib kami sudah berada di rumah. Menghirup udara segar. Tak ada aroma busuk itu lagi. Tapi fikiranku dan isteriku masih tergoda dengan aroma itu.

Sehari berlalu. Ba'da maghrib aku menemani isteri membereskan dokumen STR, setelah ini kami berencana kencan berdua saja. Kami ingin menikmati malam sambil minum kopi sanger di Ring Road.
HPku berdering. Di layar muncul nama penelpon. Adik aktivis yang sangat kukenal dekat dan nyaris setiap waktu berdiskusi perihal organisasi tempat mereka beraktivitas selama ini.

"Assalamu'alaikum, Bang,"  terdengar dia menyapa dengan kalimat salam khas di Aceh.
"wa'alaikumsalam. Apa kabar, Dek?"
"Alhamdulillah baik, Bang. Ini Bang... Abang yang kasih pemulung kemarin kipas angin, ya Bang?"
"Mmm, kipas angin? Pemulung yang mana, ya?"
"Itu Bang, kemaren ada saya lihat kipas angin, terus saya tanya dari mana dapat. Karena dia sebut Perumahan Bayu Permai rumah paling ujung, saya teringat alamat Abang, makanya saya komfirmasi. Apa betul dari Abang?"
"oowh... Itu, iya Dek. Kenapa? Masih bagus tu Dek, tapi speed-nya cuma satu yang aktif, mungkin bisa dimanfaatkan," kataku
"Ya, Bang. Memang masih bagus, sedang saya pakai sekarang," katanya memperjelas.
Aku tertegun sesaat, mencoba menaksir apa sebenarnya yang terjadi.
"Halo Bang..."
"Iya, iya Dek. Terus bagaimana?"
"Pemulung itu ayah saya, Bang. Terima kasih banyak ya, Bang. Ayah kirim salam dan sampaikan terima kasih sekali lagi," katanya.
"owh, iya.  Ayahnya? Alhamdulillah." jawabku menahan degupan jantung dan semburan darah yang tiba-tiba dipompanya. Seperti disambar kilat. Isteriku pun menghentikan kegiatannya ketika melihat raut wajahku yang tidak biasa.
Allahu Akbar. Astaghfirullah...
Ampuni kami ya, Allah. Kami yang selalu mengeluh dalam gelimangan nikmat yang setiap saat Engkau limpahkan.

Aku bahkan tak tahu ayah dan ibu dari orang yang sangat dekat denganku adalah pemulung. Dan betapa datarnya cara anaknya menyampaikan bahwa itu ayah dan ibunya. Dengan kalimat yang lugas dan intonasi yang sama sekali tidak mengekspresikan rasa malu. Bahkan dengan nada bangga dan jiwa bermartabat.

Kami pun tidak tahu menahu siapa pemulung itu, kami hanya berniat memberikan kipas angin bekas padanya dengan menyuruh datang ke rumah kami esok harinya setelah pertemuan di tanker sampah itu.
Aku dan isteriku tertegun sesaat tapi rasa kaget itu juga membuat kami hampir menjerit setelah menerima telpon itu.

Allah sampaikan pada kami pelajaran moral paling berharga dari pinggir jalan di tengah-tengah kondisi kami yang sedang dilamun ombak. Puncak rasa kami nyaris berbenturan dengan hal yang tidak normal, belum sampai, tapi kami cepat menyadarinya dan Allah kirim pesan moral ini.

Teguran yang sungguh tak ternilai. Sesuatu yang sangat sensasional saat dianugerahi pengalaman yang benar-benar menyentakkan kesadaran kita untuk tidak ingkar pada nikmat yang telah dilimpahkan, dan menyudutkan aku pada posisi yang tak dapat ditawar dengan alasan apapun, bahwa bersyukur merupakan satu-satunya bentuk sikap yang paling pantas untuk dilakukan. Aku merasakan seperti berada dalam ruang dialog rahasia antara aku dan Allah, karena pesan ini sangat rumit untuk diurai ataupun direkayasa untuk dapat memperolehnya. Aku juga semakin memikirkan dan meyakini bahwa setiap orang memiliki rahasia masing-masing dengan Allah.

Kamis, 13 September 2012

Jangan lupa belikan Iji Gesbi

Nampaknya penting sekali panggilan kali ini. ada beberapa kali misscall. Hmmm.... Panggilan dari nomor Hirzi rupanya. Cepat-cepat Abah telpon balik, belum sempat Abah ucap salam, Hirzi udah duluan membuka pembicaraan;

"Kok Abah nggak angkat telpon Iji tadi?"
"Abah lagi di belakang tadi, apa kabar Ji?"
"Tanggal berapa Abah berangkat?"
"Insya Allah tanggal 12 Ji, kenapa?"
"Jam berapa Abah sampai di Padang nanti tuh?"
"Abah nggak ke Padang Ji. Abah ke Bandung dulu sampai tanggal 14, nanti tanggal 15 pagi Abah berangkat dari Jakarta ke Bandung naik travel, setelah itu baru naik pesawat ke Padang"
"Ooo... Jam berapa smapainya?"

Hmmm..... Kebiasaan Hirzi, kalau sudah ada janji, selalu bertanya detil dan tematis. Bukan hanya tanggal, Hirzi selalu tanya jam berapa. Kebanyakan intinya adalah kepastian, kalau ada pembicaraan yang mengawang dan tidak tahu kapan dan dimana, maka jangan harap Hirzi berhenti bertanya dan diam.

"Tanggal Lima Belas jam dua siang sampai di Padang. Dari Padang Abah naik travel lagi ke Lubuk Sikaping selama empat jam. Berarti jam enam sore Abah sampai di Lubuk, kenapa Ji"
"Ooo... Iji pikir sekarang Abah sampai di Lubuk Sikaping", jangan lupa pesan Iji ya Bah"
"Apa tu?"
"Yeee... Abah niii.... Kan Iji bilang kemarin nanti Abah sebelum berangkat ke Padang di Banda Aceh Abah belikan minyak rambut Gesbi ya"
"Gesbi? Kenapa Gesbi?"
"Iji kepingin rambut yang gini tu Bah"
"Gini bagaimana?"
"Gini Bah, yang berdiri ke atas tu"

Rupanya Hirzi sering bilang sama Ummi bahwa Hirzi mau buat rambut "gini", sambil menempelkan kedua telapak tangannya di atas kepala dan menariknya ke atas seolah-olah sedang meluruskan rambutnya menggunakan tangan itu sehingga rambutnya berdiri seperti gaya rambut punky.

Sedangkan merk Gesbi (Gatsby) entah dari mana dia dengar, mungkin dari iklan-iklan di tivi. Tapi Abah udah ngakak duluan membayangkan Hirzi yang selama ini tidak pernah mau memanjangkan rambut, tiba-tiba jadi punky. Biasanya Hirzi selalu dipangkas dengan mesin cukur dengan rata ukuran panjang dua senti.

"Ya lah.. Ya lah....", kata Abah menirukan gaya Mail dalam serial kartun Upin & Ipin.

Di Banda Aceh dan Bandung bukan Abah nggak sempat beli, tapi lebih baik nanti belinya sama Hirzi aja sekalian, pasti di Padang banyak yang jual karena anak ABG di kampung pun sekarang banyak yang menggunakan rambut punky, itu berarti minyak rambut ini pasti sudah sampai di toko-toko kecil di seluruh pelosok negeri ini.

Tanggal 15 jam 2 siang sudah mendarat di Minangkabau Airport, menunggu travel hingga dua jam. Akhirnya berangkat jam empat sore dari bandara menuju Lubuk Sikaping. Karena selama di perjalanan hujan lebat, sampai ke Lubuk Sikaping hampir pukul sembilan malam. Disambut Ummi dan Hirzi.

Seperti janji sebelumnya, sehari setelah di Lubuk Sikaping, Abah, Ummi dan Hirzi menunaikan janji untuk Hirzi. Beli Gesbi. Sebenarnya Abah dan Ummi nggak begitu minat dengan mode gaya rambut punky, tapi karena Hirzi tiap hari merengek, maka Abah dan Ummi coba ikuti Hirzi, akhirnya dibelilah gesbi yang kecil seukuran tutup tangki honda matic. Bukang main senangnya Hirzi. Sepanjang jalan menuju pulang Hirzi bercerita bagaimana nanti kerennya dia setelah pakai Gesbi itu, dan Hirzi juga nggak lupa berbasa-basi menawarkan Gesbinya untuk Abah. "Abah juga bisa pakai ini ma Bah", kata Hirzi dengan logat Padangnya.

Sampai di rumah, Hirzi langsung menuju kamar dan menghadap cermin. Agak lama rasanya Hirzi di dalam kamar. Abah dan Ummi menunggu di luar kamar. Entah bagaimana caranya Hirzi memoles minyak rambut itu ke kepalanya, yang jelas katanya Hirzi bisa lakukan sendiri. Ada sekitar 10 menit dia bergaya di depan cermin dan keluar dengan gaya yang memang terlihat berbeda.

"Keren kan Bah, Mi?".
"Hmmm...... Iya, mantap kali Iji, kayak bintang pilem", kata Abah
Wajah Ijipun memerah bangga sambil dia menggesek sedikit bagian samping rambut yang sudah tegak berdiri kayak ilalang itu. begitu tersentuh ujung rambutnya, ataupun ada angin yang lewat di pucuk ilalang itu, Hirzi langsung lari ke cermin untuk memastikan rambutnya tetap tegak berdiri. "Bah, nggak apa-apa kalau dipegang Bah, nggak rebah dia, hebat nak bah nak", Abah biasanya menjawab... "Naaaak", dengan logat bicara Padang seperti Hirzi.



Ulang Tahun 2in1

Iji sudah merasakan sekolah Taman Kanak-kanak di 4 (empat) sekolah; Amalia Syukra, Dian Andalas, TK Lubuk Sikaping dan yang terakhir TKIT Permata di Jalan Andalas Padang. Dari empat TK tersebut, hanya satu TKIT Permata yang merayakan ulang tahun murid-muridnya bersama murid-murid di sekolah. Sejak masuk sekolah, murid TK sudah dikutip uang untuk menabung, sehingga semua murid sekolah belajar dan memiliki buku tabungan sekolah.

Salah satu fungsi dana tabungan tersebut adalah digunakan untuk keperluan ulang tahun murid-muridnya, sehingga sekolah TK ini sering melakukan kegiatan ulang tahun sesuai tanggal lahir dari murid-muridnya. Anak-anak merasa gembira dengan kegiatan ini, namanya juga anak-anak, bermain adalah kegiatan utama yang sangat menyenangkan dan akan banyak cerita lucu dan menarik yang mereka bawa pulang untuk orang tuanya.

Iji mendapat kesempatan ulang tahun pada tanggal 22 Oktober, dan juga dirayakan di sekolah bersama guru-guru dan murid-murid sekelasnya. Banyak kegiatan yang mereka lakukan, diantaranya lomba menggambar, menari, membaca do'a dan lomba-lomba lain dan tentu saja acara puncaknya adalah tiup lilin dan potong kue yang membuat anak-anak riang gembira.

Abah masih ingat dan masih menyimpan photo ultah Iji. Menggunakan pakaian adat Padang, berbaju adat warna merah dengan topi seperti Hang Tuah dan juga menggunakan Jas Hitam sehingga Iji terlihat seperti orang dewasa.. :-)

Selain ultah di sekolah, di luar itu Abah dan Ummi tidak pernah merayakan ultah Iji di rumah ataupun mengundang teman-teman Iji ke suatu tempat sebagaimana teman-temannya lakukan. Setelah keluar dari sekolah TK itu, Iji sering menghadiri ultah temannya yang dilakukan di tempat-tempat yang wah, fastfood dan sejenisnya. Terlihat glamour dan membuat Abah dan Ummi was-was karena khawatir kalau Iji menganggap bahwa begitulah seharusnya ultah. Tapi, Alhamdulillah, Iji sangat pengertian dengan keadaan dan kondisi Abah dan Ummi, sehingga Iji tidak pernah menuntut ultah yang berlebihan, hanya mengundang tetangga dekat rumah saja makan di rumah.

Pernah suatu ketika menjelang hari ultah Iji bilang, "Bah, Mi, boleh Iji undang teman di ulang tahun Iji nanti, tapi Iji nggak minta di tempat-tempat kayak teman Iji itu, nanti Ummi dan Abah nggak ada duit".
Ummi dan Abah mengangguk setuju sambil berfikir acara seperti apa yang Iji bayangkan. Iji biasanya kalau ingin sesuatu, dia hanya melontarkan ide pembukaan, mengenai isi acara dia selalu nggak bilang duluan, menunggu apa yang akan disarankan Ummi dan Abah, karena Iji sangat menjaga perasaannya terhadap Abah dan Ummi.

Belum sempat Ummi dan Abah jawab, Iji menyambung lagi seolah-olah dia tau apa yang akan Abah dan Ummi katakan, "Ultahnya nggak usah besar-besar Bah, nggak usah beli baju baru, nggak usah ke K*C, nggak usah ke Pi**a H*t, bajunya nanti Iji pake baju seragam menari Iji tu aja, biar kita nggak beli lagi Mi". Begitu kata Iji sambil melirik Abah dan Ummi bergantian untuk menunggu jawaban.

Abah dan Ummi terharu sekali. Bukannya tak mau tapi tidak tega membiasakan Iji melakukan selebrasi yang berlebihan. Dan akhirnya Ummi bilang, "Oke Ji, nanti ultah Iji kita rayakan dengan mengundang teman-teman Iji ke rumah, okeee.....". Iji senang sekali mendengar persetujuan Ummi dan Abah, dan kamipun mendapat ciuman dari Iji secara bergantian sambil mengucapkan terimakasih Abah, terimakasih Ummi. Dan memang pada tanggal 22 Oktober itu, Iji merayakan ultahnya di rumah dengan mengundang tetangga sebelah.

Hanya sekali itulah Abah dan Ummi merayakan ultah Iji dengan mengundang teman-temannya. Selain itu, kami hanya merayakannya secara kecil-kecilan bertiga saja, Abah, Ummi dan Iji dan membelikan Iji satu atau dua macam mainan untuk dibawa pulang.

Kelak ketika Iji bertambah usia, tepanya di usia 7 Tahun pada tahun 2012 saat Iji memasuki bulan pertama di kelas 2 SD, Iji pernah bertanya ke Abah dan Ummi. "Mi, Iji dulu ada ulang tahun kan Mi, terus tu Iji nggak pernah lagi ulang tahun sampai sekarang, tapi kok usia Iji bertambah terus Mi?. Hehe.... Abah dan Ummi ketawa terpingkal-pingkal membuat Iji kesal....

Pertanyaan Iji ini dilontarkan pada saat Abah, Ummi dan Iji diskusi tentang ultah Iji dan Banat yang kebetulan lahir pada tanggal 24 Oktober 2011, saat usia Banat 10 bulan. Karena tanggalnya berdekatan, maka Abah, Ummi dan Iji sepakat untuk merayakannya serentak di tengah-tengah tanggal keduanya, tanggal 23 Oktober 2012. Ultah pertama 2in1. Insya Allah ya Ji, Nat...... :-)

Banda Aceh, 13 September 2012
Abah



Minggu, 12 Agustus 2012

Dua Puluh Sembilan Setengah Hari

hari pertama puasa hirzi sangat senang karena seru dan hirzi membayangkan makanan saja dari pukul 06;00 sampai pukul 15;30 hari yang kedua hirzi bukan membayangkan makan tapi membayangkan adek hirzi yang sedang tidur, dan hari ketiga hirzi puasanya batal pukul 15;00 karena hirzi capek sekali kemaren hirzi  ke rocky dan hirzi ketemu dengan kawan sekolah yang bernama tiyo.

hari keempat dan seterusnya hirzi penuh puasa, puasa hirzi dari yang ke1 sampai 30 hirzi penuh

(ABAH SAMBUNG TULISAN IJI INI YA.. HEHE)

Iji mau belajar nulis dengna bercerita tentang perjalanan puasanya. Baru di hari ke 27, Iji udah bilang puasa penuh... Hehe.... Padahal masih ada beberapa hari lagi. Tapi melihat semangat Iji puasa, Insya Allah bisa sampai habis Ramadhan.

Hari ketiga Iji lepaskan puasanya karena banyak main di luar dan hari itu cuaca panas sekali. Sebenarnya sejak masuk waktu Zuhur, Iji udah merengek minta buka, tapi Abah dan Ummi coba menasehati agar tetap puasa. Abah dan Ummi juga udah sepakat, kalau toh Iji memaksa terus buka juga nggak apa-apa, kan lagi belajar puasa, apalagi ini baru di hari ketiga, terlalu cepat KO... Hehe...

hari ketiga puasa, Abah, Iji dan Ummi main ke Rocky belanja kebutuhan untuk beberapa hari ke depan. Yang namanya supermarket kan nyaman dan dingin, apalagi di hari-hari puasa yang terik pada hari itu, rasanya enggan keluar dari supermarket itu. Begitu keluar, langsung terasa seperti disambar hawa panas, membuat badan terasa lemas dan kerongkongan tak dapat lagi mengais sisa-sisa air untuk melicinkan tenggorokan. Orang dewasa pun merasakan hal yang sama, apalagi anak se-usia Iji.

Dalam perjalanan pulang dari supermarket, wajah Iji kelihatan beda, kedua tepi bibirnya melorot ke bawah :-( tak seperti biasa saat kami pulang dari mana saja, dalam perjalanan selalu ada diskusi dan gelak tawa. Kali ini Iji tak merespon apapun yang Abah dan Ummi bicarakan, sekalipun hal yang dia senangi. tak mempan semua cerita lucu. Kalau Iji udah bersikap begini, yaa... Abah dan Ummi mulai lirik-lirikan, mengata-ngatai Iji melalui isyarat sambil senyum khawatir kalau-kalau Iji ngambek dan nggak mau ngomong sampai di rumah, kalau ini terjadi, pasti suasana puasa semakin terasa panas dan tak menggairahkan.

Iji mulai menyilangkan kedua tangannya di atas cup lampu kendaraan roda dua, menyandarkan kepalanya di kedua lengan mungilnya itu, teringat syair Iwan Fals, "tertidur berbantal sebelah lengan, berselimut debu jalanan...". Alhasil, selama perjalanan pulang yang memakan waktu kira-kira 20 menit karena di kawasan Bandar Buat macet, kami semuanya melakukan aksi diam tanpa bicara, tak terdengar lagi deru kendaraan-kendaraan kecil dan besar berukuran raksasa hilir mudik yang biasanya memekakkan telinga. Fikiran Abah, Ummi dan Iji kayaknya terfokus pada situasi buntu sehingga menutup semua telinga kami dari pendengaran sebising apapun di tengah hiruk-pikuknya jalan raya yang kacau ini.

Abah berusaha untuk mengukur-ukur laju kendaraan agar tak goyang, paling tidak Iji dan Ummi bisa merasa nyaman dan tidak terganggu dengan irama laju kendaraan yang Abah kendalikan. Sepiiiiii sekali terasa. Tak tahu apa yang ada dalam fikiran Ummi dan Iji saat itu, yang jelas, penyebabnya adalah tak adanya kata sepakat untuk Iji 'merusak' puasanya hari ini.

Dengan wajah yang ketiganya kusam, Iji, Ummi dan Abah sampai di rumah dan masuk tanpa ada kata-kata. Abah dan Ummi masih terus berkomunikasi dengan lirikan mata atau gerakan kepala. Iji langsung merebahkan badannya di atas tikar depan tivi setelah menghidupkan kipas angin. Sesekali diliriknya Ummi dan Abah untuk memastikan bagaimana air muka kami, karena sama ronanya, Iji kembali membenamkan kepalanya ke bantal sambil menyeringai seperti orang mau nangis. Abah dan Ummi semakin khawatir melihat keseriusan wajah Iji yang semakin terlihat terobsesi untuk buka puasa.

Abah mendekati Iji dan memeluknya sambil bercerita untuk membuka ruang diskusi baru dan mencari jalan keluar. Tapi Iji memang kadang susah ditebak, pada saat patuh, dia taat sekali, tapi jika badan tak tahan menampung, biasanya Iji selalu melontarkan idenya dengan bahasa yang lain namun tetap dengan inti yang sama, buka puasa.

Abah sarankan agar Iji istirahat tidur dan akan terbangun kira-kira jam 17.00, satu jam sebelum waktu buka puasa. tapi ini tidak menyelesaikan masalah karena rasa haus dan gerah Iji membuat dia tidak mampu mengundang kantuk, apalagi tidur. Ini sudah jam dua siang, memang menyengat.

Abah dan Ummi rapat kecil dalam kamar untuk memutuskan sikap selanjutnya. Kami sepakat, kalau Iji memang mau buka, ya, silahkan aja, tapi Abah dan Ummi diam dulu menunggu bagaimana Iji melakukan komunikasinya. Abah dan Ummi istirahat di kamar, Iji tetap di depan tivi dengan posisi sudah pindah ke bagian lantai yang tak bertikar, dia tempelkan perutnya ke lantai keramik untuk memasukkan hawa dingin ke dalam tubuhnya, mungkin berharap agar dapat meringankan beban yang membuatnya haus dan gerah.

Jam tiga sore, Iji mengetuk pintu kamar dan berdiri dengan wajah yang sedikit berganti rona memanggil Ummi, "Mi, Iji udah buka barusan ya, nggak tahan lagi Iji...", katanya dengan mata agak sedikit di buang ke sudut lain untuk menunggu reaksi Ummi dan Abah. kami senyum dengan memutar bola mata dan dengan perasaan lega. Lega karena sebentar lagi pasti ada garis pinggir bibir Iji akan bergerak ke atas.

"O, ya.... Kalau gitu, jangan minum aja, Iji makan sekalian biar bisa istirahat tidur", jawab Ummi. Karena kalau sudah buka dan tidak makan, kasian juga Iji lapar tapi tetap tidak puasa. Tapi Iji menolak untuk makan, karena dia tetap ingin melanjutkan puasa, dia cuma haus katanya.... Tapi Ummi dan Abah tetap menyarankan Iji untuk makan biar ada tenaga lagi dan bisa istirahat. Akhirnya Iji makan nasi siang menjelang sore itu.

Iji sendiri tidak menyangka respon Ummi dan Abah begitu datar dan tidak marah seperti yang dia bayangkan, mungkin. Bahkan Ummi bilang, "ndak apa-apa Iji buka kan masih belajar puasa, Insya Allah besok puasa lagi ya sayang', kata Ummi dan diangguk Iji dengan rasa senang dan gembira. Setelah itu, mulailah Iji berkicau lagi, segar dan tidak loyo....

Abah dan Ummi tidak merespon sikap Iji dengan berlebihan karena Iji telah menunjukkan satu sikap jujurnya. cara dia menyampaikan membuat Abah dan Ummi terharu. Ini lebih baik dari pada Iji buka tapi tetap mengaku puasa. Abah dan Ummi sudah katakan ke Iji, bahwa puasa itu hanya Iji dan Allah yang tau, Ummi dan Abah sama sekali tidak tahu. Alhamdulillah, Iji sangat mengerti ini...

Hari-hari selanjutnya Iji menjalankan puasanya penuh, Iji tidak mau lagi bermain di luar selama puasa kecuali sebentar saja dan bukan bermain lari-lari. Kalau sudah terasa hampir lelah Iji pulang dan langsung tidur di bawah terpaan kipas angin di depan tivi. Ini Iji lakukan setiap hari hingga akhir Ramadhan. Jika orang bertanya bagaimana puasanya, Iji dengan mantap menjawab 29,5 hari (dua puluh sembilan setengah hari), karena Iji tetap ingin puasanya yang setengah hari itu dihitung... :-))

Bahkan di hari-hari terakhir Ramadhan, terlihat sekali badan Iji kurus kerempeng dan memanjang, Ummi dan Abah khawatir, karena saat buka puasa Iji tidak banyak makan nasi, hanya minum dan kue-kue saja. Tercetus niat kami untuk menyuruh Iji buka puasa, tak disangka ternyata Iji menolaknya dan sudah bertekad menjalankan puasa hingga tuntas di akhri Ramadhan.

Usut punya usust, ternyata Iji punya motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan puasanya karena ditantang oleh ustadz dan ustadzahnya di sekolah. Bagi yang berpuasa penuh akan mendapatkan hadiah dari sekolah. Selain itu, teman-teman Iji satu sekolah juga sering berkomunikasi untuk mengkonfirmasi apakah mereka puasa atau tidak. Kalau tidak puasa tentu saja apresiasinya negatif. bagi yang berpuasa, di lingkungan sekolah Iji itu termasuk golongan siswa-siswi yang keren... Hahahaha......

Terakhir Iji juga bilang bahwa dia ingin sekali puasa Senin Kamis seperti beberapa teman sekelasnya. Iji sendiri belum Abah dan Ummi izinkan puasa Senin Kamis karena beberapa pertimbangan. Tapi untuk ke depan, melihat puasa Ramadhan 1433 ini, dan karena Iji sudah meminta beberapa kali, Abah dan Ummi akan mempertimbangkan kembali untuk diizinkan puasa Senin Kamis.

Banda Aceh, 7 September 2012
Abah

Kamis, 14 Juli 2011

Hujan Ini Semangat Ji...

Muncul kecemasan di hari kedua sekolah Hirzi. Hujan yang mengguyur sejak pukul sembilan pagi di hari pertama, tidak reda hingga hari kedua tiba, bukan main lebatnya. Tekad Hirzi ingin tetap sekolah membuat Abah juga harus mempersiapkan energi lebih untuk mengantar Hirzi. Ini bukan hujan gerimis, tapi benar-benar hujan yang sangat deras. Di berita tivi, menurut BMG, di wilayah Jawa dan sekitarnya merupakan puncak musim panas saat ini, tapi di Padang hujan sudah mulai sejak dua hari lalu setelah berbulan-bulan kering kerontang dihisap musim panas yang menyengat.

Pukul 06.30, dengan menggunakan mantel, Abah dan Hirzi berangkat ke sekolah menembus hujaman air yang terjun dari langit, suara hantaman hujan yang menerpa helm menghalangi komunikasi Abah dengan Hirzi yang duduk di belakang Abah. Terasa jari-jari mungil Hirzi meremas jaket Abah dan beberapa kali terlepas karena badan Hirzi terbawa oleh tas ransel yang cukup berat, bergeser ke kiri dan ke kanan. Tak terdengar Hirzi mengatakan sesuatu, seperti suara bergumam, suara bergumam itu selalu terdengar seiring dengan gerakan tubuh Hirzi ketika menggeser punggungnya untuk memperbaiki posisi duduk.

Sekali-kali Abah menjerit, "Pegang yang kuat Ji", "Apa Baaaahh?", "Pegang dengan dua tangan, yang kuat ya", balas Abah sambil meraih tangan Hirzi dan menempelkannya di bagian samping perut Abah, hanya sejauh itu lingkaran tangan Hirzi mampu meraih tubuh Abah. Hirzi menuruti, dan sempat bergumam lagi, sepertinya Hirzi mengatakan, "Iya Bah".

Laju vario yang kami naiki tak bisa dikebut, disamping hujan lebat dan jalan licin, penglihatan Abah juga sangat terbatas karena kaca helm dipenuhi butir-butir air yang mengganggu pemandangan, kalau kacanya dinaikkan, terpaan air hujan langsung mengenai mata, justeru lebih berbahaya, akhirnya Abah gas motor dengan sangat pelan dan hati-hati. Begtu keluar dari turunan keluar jalan Gadut, kondisi jalan semakin rumit, karena macet yang sangat panjang, tidak tahu dimana pangkal kemacetan sehingga semua kendaraan seperti berhenti bergerak. Sambil berharap hujan reda, Abah tarik lagi tangan Hirzi yang sudah mulai longgar dari pelukannya, perasaan Abah semakin tidak tenang, paha Abah tiba-tiba terasa dingin seperti ditusuk es, air hujan sudah sampai ke kulit Abah, berarti ada kebocoran di bagian mantel sehingga air masuk ke dalam.

Segera Abah meraba dimana posisi ujung mantel bagian belakang berada, tapi tak sampai, yang terpegang justeru tas ransel Hirzi, basah. Abah berteriak, "Iji basah nggak?", "Nggaaak", jawab Hirzi dengan keras. Walau begitu, Abah yakin, bagian tubuh Hirzi ada yang basah, tapi dia merasa tak perlu mengatakan karena dari genggaman jemarinya, Hirzi sedang konsentrasi pada kenyamanan duduknya, sekali-kali kakinya meleset karena belum sepenuhnya kaki Hirzi dapat menjangkau sadel pijakan kaki yang menempel di sebelah kiri dan kanan sumbu roda belakang.

Melihat derasnya hujan dan macet yang panjang, sepertinya waktu tempuh menjadi sangat lama, dari 15 menit perkiraan, bisa jadi berlipat dua. Turun dari Gadut menyeberang ke sisi kiri jalan utama Indarung mengarah ke Simpang Empat By Pass. Terlihat antrian kendaraan pribadi, umum dan truk tronton berderet-deret memanjang tak berujung, klakson tak henti-henti bersahutan, kalau tak biasa bisa memecah konsentrasi pengendara roda dua yang sibuk mengurusi mantel dan posisi duduk, konon lagi yang berboncengan. Tak berani Abah meliuk-liuk seperti pengendara lain karena keselamatan Hirzi lebih utama dari pada kecepatan waktu, biarlah terlambat, kondisi begini memang harus terlambat dari pada celaka.

Macet panjang ini disebabkan salah satu ruas jalan yang mengarah ke Indarung ditutup karena sedang dalam pengerjaan Aspal baru, jadi hanya satu ruas jalan yang mengarah ke Simpang By Pass saja yang difungsikan  untuk dua jalur keluar masuk Indarung. Jalur ini adalah jalur padat kendaraan berat karena di Indarung ada Pabrik Semen Padang. Sebelum menyeberang Simpang By Pass terlihat macet lagi di seberang sana, ada apa lagi?

Hujan tak juga reda, malah semakin menggila, celana Abah sudah habis basah, termasuk lengan baju Abah sudah mulai mengalir air dari celah-celah samping mantel. Celana Hirzi sudah dilipat waktu berangkat, tapi tetap basah juga, kalau sepatu memang sudah sejak awal basah. Sempat terbersit niat untuk memutar haluan dan segera pulang, tapi melihat begitu padatnya kendaraan, tidak mungkin lagi untuk berbalik, pasti semakin tertahan di tengah-tengah arus lalu lintas kendaraan yang tak beraturan ini. Dalam kondisi ini, Abah membayangkan Ummi setiap hari melintasi jalur ini dalam cuaca panas dan hujan, setiap hari selama hampir empat tahun berjalan, berseliweran dengan truk-truk berbadan besar dan bermuatan puluhan ton semen dan minyak dengan perilaku berkendaraan warga Padang yang kurang ramah lalu lintas, tak pernah Ummi mengeluhkan. bayangan ini muncul seketika dan melecut semangat Abah untuk tidak manja melaluinya.

Mulai memasuki Simpang Haru terlihat air megalir deras di sebelah kanan ruas jalan, sedangkan sebelah kiri sudah menggenang cukup tinggi. Abah kembali ragu untuk melewatinya, berhenti sejenak melihat situasi, apakah genangan ini bisa dilewati kendaraan roda dua. Ternyata banyak juga kendaraan roda dua yang tetap nekad masuk genangan, sebagian mendorong dan sebagian lainnya sanggup lewat dengan tertatih-tatih. Hamparan tanah kosong kira-kira memanjang seluas sepuluh pintu ruko itu terlihat seperti danau, rata lurus dilewati air yang mengalir deras memotong jalan Simpang Haru, sampai di tengah jalan menyatu menjadi arus baru dan mengikuti arus jalan menuju tanah yang lebih rendah, arusnya begemuruh kuat seperti sungai.

Abah mengambil posisi paling pinggir dan menaikkan motor ke atas trotoar agar air tak mencapai knalpot, tapi hanya beberapa meter terpergok lubang tutup got, kembali masuk dalam genangan air tinggi, suara motor sudah mulai megap-megap tidak stabil. Hirzi semakin diam dan tak ada gerakan, genggaman tangan kecilnya menusuk-nusuk perasaan Abah, sekaligus menularkan semangat yang kuat untuk berangkat ke sekolah di hari kedua ini. Kalau ada kesempatan Abah jangkau lengan Hirzi dan mengelusnya untuk menenangkan dan memberi isyarat bahwa kami akan sampai sebentar lagi di SD IT Permata itu. Sepanjang jalan berdo'a, ya Allah, kuatkan hati anakku karena tekadnya untuk sekolah, lindungi Hirziku dari segala marabahaya yang melewatinya.

Genangan air cukup panjang untuk dilalui dalam kondisi guyuran hujan yang lebat seperti ini. Menjelang beberapa meter lagi bertemu dengan rambu-rambu memutar untuk mencapai simpang jalan pintas, kami tak bisa memotong ke kanan, karena pengendara lain lalu-lalang dan tak mau berhenti, khawatir kendaraan mereka macet di tengah genangan air yang mencapai lebih setengah lingkaran roda mobil. Abah dan Hirzi yang dari tadi menghidari semburan air pengedara lain, tak dapat dielak, berkali-kali air menyemprot ke tubuh kami. Soal basah tak lagi menjadi beban fikiran, karena memang sudah basah, kini hanya berupaya segera sampai di sekolah sebelum pukul 07.30 Wib.

Begitu ada kesempatan memotong jalan, Abah langsung tancap gas dan masuk di tengah-tengah median jalan serta memutar ke kanan. Kira-kira 50 meter setelah itu terdapat gang di sebelah ruko yang menyambungkan ke jalan utama pinggir sungai seperti yang pernah Ummi beritahu ke Abah sebelumnya. Arus sungai terlihat ganas kali ini karena semua genangan air di jalan-jalan utama tumpah ke sungai ini. Airnya keruh bukan kepalang, gelombang arusnya tak beraturan, bibir air sesekali menjilat bagian atas bronjong pengaman sungai itu seperti hendak melompat. karena pandangan mata Abah yang sangat terbatas, agar mengurangi resiko, mengambil posisi jalan di sebelah kiri habis, khawatir kalau berseliweran dengan kendaraan lain dan terpeleset bisa langsung ke sungai itu. Dari simpang ruko itu terus menyusuri pinggir sungai Andalas hingga mencapai hampir satu kilometer. Di pinggir sungai inilah Sekolah Dasar Islam Terpadu Permata berada. Akhirnya Hirzi sampai di sekolah dengan kondisi basah setengah badan.

Hujan ini adalah semangat Ji. Selama Hirzi bertekad untuk sekolah kita belah genangan air yang menyusuri sepanjang jalan Simpang Haru yang menutupi lebih setengah lingkaran roda vario.

Selasa, 12 Juli 2011

Hari-hari Pertama Masuk SD

Begini rasanya menghadapi hari pertama Hirzi masuk Sekolah Dasar. Berdebar-debar. Bagaimana nanti Hirzi menyesuaikan diri di lingkungan sekolahnya? Walau selama ini sudah sering berpindah-pindah tempat sekolah, kali ini tentu terasa berbeda, karena sekolah yang ini adalah Sekolah Dasar alias SD. Tak terasa, Hirzi memang sudah memasuki SD di usia 5,7 tahun.

Senin, 11 Juli 2011, pukul 06.25 Hirzi sudah selesai berkemas dan siap berangkat sekolah. Seragam Putih Merah menjadikan Hirzi terlihat bukan lagi anak kecil seperti anak-anak TK sebelumnya. Dengan tas ransel coklat polos pilihan Hirzi yang dibeli waktu di Bukit Tinggi beberapa bulan lalu menggantung di belakangnya nampaknya cukup berat karena kebutuhan untuk satu hari ini semua ada dalam tas itu; Buku, Alat Tulis, Snack, Nasi dan Sendal.

Jam 06.45 Wib Hirzi sudah berangkat menuju sekolah, perjalanan normalnya memakan waktu 15 menit, tapi kondisi jalan sekarang ini tidak mungkin dapat ditempuh dengan waktu yang begitu singkat karena salah satu jalur jalan utama dari simpang By Pass menuju Indarung sedang dalam proses pengaspalan sehingga satu jalur digunakan untuk arus kendaraan yang berbeda. Kendaraan macet berkilo-kilo panjangnya dan kendaraan bergerak sedikit demi sedikit.

Karena Hirzi dan Abah naik vario, masih lebih lancar dapat menyelip-nyelip di antara seliweran kendaraan berat yang lalu-lalang di sepanjang jalan menuju Indarung. Seperti informasi yang dikasi Ummi, ada jalan pintas menuju Sekolah Hirzi, setelah jembatan Haru ambil arah memutar balik, kira-kira 50 meter ada lorong di samping ruko, selanjutnya tersambung dengan jalan berukuran selebar kira-kira 5 meter menyusuri sepanjang sungai, jalan ini langsung menuju sekolah yang dituju. Sekolah Dasar Islam Terpadu Permata (SD IT Permata), yang terletak di Jl. Andalas Baru No. 25B Simpang Haru Padang.

SD IT Permata adalah Full Day School. Masuk jam 07.30 dan pulang pukul 16.00. Untuk murid kelas 1, hari pertama dan kedua pulang jam 12.00, sedangkan murid kelas 2 dan seterusnya pulang jam 13.00, hanya untuk dua hari pertama saja. selanjutnya berlaku jadwal normal.

Perkenalan
Karena ini hari pertama, maka murid-murid dan orang tua/wali diperkenalkan dengan segenap staff pengajar dan karyawan SD IT Permata satu persatu dan sekaligus menjelaskan tugas mereka masing-masing, siapa melakukan apa. Seremoni ini memang 'adat-istiadat' di awal sekolah untuk menjalin rasa antara sekolah, murid dan orang tua/wali.

Ada yang menarik selama berlangsungnya seremoni perkenalan ini. Yang namanya anak-anak, luar biasa ribut suasananya. Bisa dibayangkan, di sudut sana ada anak yang menangis karena mungkin terlalu lama berdiri, ada juga di sudut lain menangis karena saat melirik ke belakang, dia tidak melihat orang tuanya berdiri di antara orang tua murid yang lain. Yang bandel-bandel malah berani jongkok sambil menganggu teman-teman lainnya. Yang lucu lagi ada anak yang selalu memegang lengan orang tuanya, tapi orang tuanya terus-terusan berontak agar tangannya terlepas dari genggaman tangan anaknya, saling tarik-menarik tak ada yang mau mengalah, akhirnya orang tua yang mengalah dan ikut berbaris di shaf paling belakang.

Abah lihat Hirzi sudah mulai gelisah juga karena Hirzi sudah mulai berkomunikasi dengan teman di depan dan belakangnya. Sekali-kali terlihat tangan Hirzi menyilang di wajahnya dan sekali-kali sebelah tangannya membentang ke samping dan ke atas. Abah lagi mengira-ngira, apa yang sedang Hirzi lakukan. Tak mau terlewatkan dengan momen unik ini, Abah mengawasi terus sikap Hirzi. Tiba-tiba berkelabat satu lengan di atas bahu Hirzi... Huppp..... Secepat itu pula Hirzi menyilangkan tangannya dan menangkap lengan tangan temannya yang mencoba mau 'menebas' leher Hirzi..... Sambil terbahak-bahak Hirzi dan temannya itu terus berbicara, entah apa yang mereka bicarakan, tapi terlihat gembira, mereka bersenda layaknya anak-anak lain.

Suasana semakin bising dengan tingkah murid-murid ini... Khususnya yang baru masuk kelas 1. Murid kelas 2 dan seterusnya lebih tertib karena mereka sudah memahami aturan main di sekolah ini, dan mereka sudah tahu bahasa tubuh guru-guru mereka sehingga kalau ada gerakan tertentu dari guru yang memegang mike, murid-murid kelas 2 ke atas langsung faham dan diam....

Nampaknya para guru mengharapkan agar orang tua mau membantu mereka untuk mendiamkan anak masing-masing, seperti Abah dan orang tua lain lakukan, dengan menyilangkan jari telunjuk ke mulut ketika mereka menoleh orang tua, anak-anak diam sesaat, tapi hanya sebentar, setelah itu suasana kembali heboh dengan suara cekikikan, tangisan sampai pada suara tiru-tiruan bintang film masing-masing; ada suara pesawat, helikopter dan suara Ultraman Dyna tentunya.....

Guru-guru ini sudah terbiasa menghadapi perilaku aneh anak-anak dan mereka memang sudah mempersiapkan kata-kata magic untuk mengatasi ini, maka tiba-tiba guru yang memegang mike berteriak dengan mengucapkan, "Ambil Kunciiiiiiiiiiii, kunci muluuuuuuttt..... Diiiiiiammmm". Kontan saja semua suara lenyap seperti ditelan bumi. Kami para orang tua saling pandang dan tertawa lega dan tambah yakin, bahwa guru-guru ini memiliki kemampuan untuk mengatasi semua ini. Kata-kata magic itu memang dahsyat, anak-anak jadi bungkam dan konsen kembali mendengar arahan guru-guru mereka.

Sekali-kali guru juga meneriakkan kata-kata, "Allahu Akbar", "Are you ready", dan kata-kata semangat lainnya yang selalu dibalas oleh murid-murid dengan serentak dan gema yang lebih dahsyat lagi.... Karena kata-kata magic ini diucapkan terus menerus, maka murid-murid kelas 1 pun menjadi terbiasa dan menunggu kata-kata itu diucapkan lagi oleh pak guru itu.... Akhirnya mereka memang dapat berkonsentrasi.....

Pembagian Kelas
Setelah selesai acara seremoni perkenalan, masing-masing guru (ustadz/ustasdzah) mengambil posisi dan memanggil murid-murid yang menjadi anak bimbingannya untuk masuk kelas yang memang sudah diatur oleh akademik sebelumnya.

Satu-persatu murid masuk kelasnya, bagi yang tidak mendengar maka tetap dalam barisan sampai namanya dipanggil kembali untuk masuk kelas. Abah sengaja mendengarkan setiap nama yang dipanggil oleh ustadszah, hingga nama Hirzi disebut, tapi Hirzi tidak mendengar karena Hirzi asyik bersenda gurau dengan temannya yang tadi itu, mereka terlihat akrab sekali seperti sudah lama kenal. Mereka seperti tidak peduli lagi pangdilan-panggilan nama oleh ustadzah. Sampai akhirnya hanya ada tinggal 4 orang lagi yang belum dipanggil-panggil, termasuk Hirzi dan temannya itu. Hirzi melirik Abah seperti bertanya, kenapa Hirzi belum dipanggil? Abah hanya senyum memberi isyarat dengan memegang telinga. Hirzi faham, tapi wajahnya mulai memerah, karena Hirzi memang selalu tidak ingin ditinggal sendirian seperti waktu tes masuk beberapa waktu lalu.

Tinggal 3 orang yang tersisa, Hirzi semakin gelisah, kenapa dia tidak disuruh masuk. Akhirnya Abah bicara sama Hirzi, "Tunggu sebentar, nama Hirzi akan dipanggil lagi, dan dengar baik-baik". Ternyata yang dipanggil setelah itu adalah teman Hirzi yang di depan tadi. Tersisa 2 orang lagi, dan ustadzahnya langsung mendatangi Hirzi, "Assalamu'alaikum Hirzi, nama Hirzi sudah dipanggil tadi, ayo kita masuk, ini kelas Hirzi, Kelas Senyum". Kata ustadzahnya sambil mengelus-elus kepala dan memeluk Hirzi sambil menggiringnya masuk ke kelas "SENYUM".
ANAKKU.... SELAMAT MENEMPUH PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU PERMATA

Jumat, 10 Juni 2011

Tes Masuk Sekolah Dasar

Suasana yang setiap hari Hirzi impikan, masuk SD. Bagi Hiarzi, masuk SD adalah tahapan dimana Hirzi merasa sudah dewasa dan akan merubah banyak pola dan sikap kesehariannya. Yang jelas seperti janjinya yang sudah lama diikrarkan; Hirzi berhenti minum susu pakai dodot jika sudah masuk Sekolah Dasar, ganti pakai gelas.

Tanggal 21 Mei lalu, Hirzi sudah tes tertulis di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Permata Padang. Riang bukan kepalang Hirzi waktu menelpon Abah untuk mengabarkan bahwa hari itu Hirzi sudah melalui ujian saringan masuk SD, "Insya Alah Iji lulus Bah", katanya, padahal belum pengumuman. Hirzi mungkin belum begitu paham apa arti lulus tes, yang dia tahu dia sudah dipanggil masuk ke dalam ruangan, disuruh melakukan beberapa perintah dan menjawabnya di kertas secara tertulis, ada gambar dan tulis-tulis, kemudian masuk ruangan guru, gurunya bertanya beberapa hal tentang cara berpakaian dan lain-lain, itulah ikut ujian, setelah ujian pulang dengan rasa senang, kemudian dia menyimpulkan bahwa Hirzi lulus.

Abah ketawa dan senang, tidak terbersit rasa was-was tidak lulus, karena bukan itu yang paling penting, sikap Hirzi yang membuat Abah dan Ummi bahagia. Lulus tidak lulus harus menjadikan Hirzi tetap pada suasana senang dan berlapang dada karena Abah dan Ummi memang sudah merancang beberapa alternatif untuk pendidikan Hirzi, yang penting waktu bermainnya tetap tersedia. Yang lebih penting lagi adalah pendidikan dari Ummi tidak boleh lepas. Ummi sangat bersabar mendampingi Hirzi selama hampir empat tahun di rantau, mulai belajar membaca, iqra' dan lain-lainnya.

tanggal 1 Juni diumumkan hasil tes masuk SDIT Permata. Alhamdulillah Hirzi lulus. Abah dan Ummi tiba-tiba teringat lagi ikrar Hirzi, Abah diskusi sama Ummi, apakah Hirzi masih pakai Dodot? Ternyata Hirzi tetap minum susu pakai dodot. Ummi protes dan mengingatkan janjinya karena sudah lulus di SD. Naluri diplomatis Hirzi keluar saja waktu disinggung masalah ini, "Nanti Mi, sekarang kan belum masuk SD, kalau udah masuk SD nanti baru Iji pakai gelas, sekarang kan masih kecil". Jawaban in persis seperti yang Hirzi sampaikan ke Abah waktu Abah tanya melalui telepon... Hmmm..... Ummi dan Abah harus sabar beberapa saat sampai hari pertama masuk kelas di SD nanti.

Hari ini, Jum'at, 10 Juni 2011, Hirzi masih  mengikuti serangkaian proses seleksi masuk SDIT Permata; Wawancara dan Psikotest. Menurut informasi, proses ini tidak menentukan kelulusan, hanya melihat bakat calon siswa agar dalam perjalanan pendidikan beberapa tahun ke depan, para guru dapat mengarahkan anak didiknya sesuai bakat, minat dan kemampuan. Abah dan Ummi hanya memperhatikan bagaimana Hirzi menyikapi semua proses ini. Hasil memang penting, tapi proses adalah hal yang berharga. Alhamdulillah, Hirzi tetap enjoy dan semangat.

Selamat untuk Anak Abah dan Ummi; Hirzi Abid Alfathiri. Selamat menempuh pendidikan di Sekolah Dasar pertama; Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Permata Padang.